Minggu, 05 Juli 2020

ARTIKEL ILMIAH

PENDEKATAN SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, MATHEMATICS (STEM) MELALUI PROYEK ALAT PENGERAM TELUR SEDERHANA (APETELER) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS IX-F SMP NEGERI 1 BANGSRI
TAHUN PELAJARAN 2019/2020

Yaroh Mustain
(Guru SMP Negeri 1 Bangsri, Kabupaten Jepara)
 
 
ABSTRAK
 Rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 pada kondisi awal sebesar 54,4. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar karena peserta didik belum mampu mengintegrasikan antara konsep sains, teknologi, rekayasa dan matematika dalam masalah kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitan ini adalah menganalisis peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Alat Pengeram Telur Sederhana (Apeteler). Data penelitian diambil dari nilai test terhadap keterampilan berpikir kritis. Data hasil penilaian dianalisis secara deskriptif komparatif dengan membandingkan kemampuan berpikir kritis kondisi awal dan kondisi akhir. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah pada akhir pembelajaran rata-rata kemampuan berpikir peserta didik adalah 75. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rerata keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler meningkat dari 54,4 menjadi 75,7.

Kata Kunci: berpikir kritis, proyek, Science, Technology, Engineering, Mathematics.

PENDAHULUAN
Berpikir adalah proses disiplin yang secara intelektual aktif dan terampil mengonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan (Tawil 2013). Salah satu tujuan utama pendidikan adalah meningkatkan kemampuan berpikir kritis, seperti kemampuan mengidentifikasi masalah dan asumsi, argumen, mengenali hubungan penting, menyimpulkan informasi dari data, dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai jika peserta didik mampu bernalar dan memahami kondisi disekitarnya, sehingga mampu memutuskan tindakan yang benar dengan berbekal pengetahuan yang telah dimiliki (Tiruneh 2014).
Keterampilan berpikir kritis yang merupakan salah satu bentuk keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) merupakan salah satu karakter yang harus dibangun dalam diri peserta didik. Berpikir kritis mencakup kemampuan memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut, dan mengatur strategi dan taktik.  Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang mencakup; keterampilan  membandingkan, hubungan sebab-akibat, memberi alasan, meringkas, menyimpulkan, berpendapat, mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, analisis, sintesis, dan evaluasi (Devi & Widjajanto 2011). Berpikir kritis adalah sebuah kecakapan kognitif yang memungkinkan peserta didik menginvestigasi situasi, masalah, pertanyaan, atau fenomena agar dapat membuat sebuah penilaian atau keputusan (Soyomukti 2015). Seseorang dikatakan mampu berpikir kritis jika dapat; (1) menyelesaikan suatu masalah dengan tujuan tertentu, (2) menganalisis, mengeneralisasikan, mengorganisasikan ide berdasarkan fakta/informasi yang ada, dan (3) menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah tersebut secara sistematik dengan argumen yang benar (Cahyono 2015).
Hasil penelitian kondisi awal pada kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 menunjukkan rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik adalah 54,4. Rendahnya keterampilan berpikir kritis disebabkan karena pada pembelajaran awal menggunkan model discovery dengan pendekatan saintifik dan belum mengintegrasikan konsep sains, teknologi, rekayasa dan matematika.
Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis memerlukan pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah dengan menerapkan model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan tema yang menantang, yang melibatkan peserta didik dalam mendesain, memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau kegiatan investigasi; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan dalam menghasilkan produk (Kemendikbud 2016).
Terdapat tiga jenis proyek berdasarkan sifat dan urutan kegiatannya, yaitu:
1.   Proyek terstruktur, ditentukan dan diatur oleh guru dalam hal topik, bahan, metodologi, dan presentasi.
2.   Proyek tidak terstruktur, didefinisikan oleh peserta didik sendiri.
3.   Proyek semi-terstruktur, didefinisikan dan diatur sebagian oleh guru dan sebagian oleh peserta didik (Kemendikbud 2016).
Sintaks Pembelajaran Berbasis Proyek versi Lucas (National Academy of Sciences 2011), terdiri dari:
1.   Fase penentuan pertanyaan mendasar (Start With the Essential Question)
2.   Fase mendesain perencanaan proyek (Design a Plan for the Project)
3.   Fase menyusun jadwal (Create a Schedule)
4.   Fase monitoring kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)
5.   Fase pengujian proyek (Assess the Outcome)
6.   Fase evaluasi proses dan hasil proyek (Evaluate the Experience)
Pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics diadopsi untuk menguatkan impelementasi Kurikulum 2013. Pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics dapat diimplementasikan melalui penggunaan model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan menggunakan scientific dan engineering practices.
Science, Technology, Engineering, Mathematics merupakan suatu pendekatan dimana Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika diintegrasikan dengan fokus pada proses pembelajaran pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Pembelajaran Science, Technology, Engineering, Mathematics dapat menunjukkan kepada peserta didik bagaimana konsep-konsep, prinsip-prinsip sains, teknologi, rekayasa, dan matematika digunakan secara integrasi untuk mengembangkan produk, proses, dan sistem yang memberikan manfaat untuk kehidupan manusia (Noeraida 2018).     
Penyajian pembelajaran dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics harus memenuhi beberapa aspek dalam Scientific & Engineering Practice, juga menggambarkan adanya Crosscutting Concept atau irisan konsep di antara pengetahuan sains, teknologi, enjiniring dan matematika. Selain itu Higher Order Thinking Skills (HOTS) menjadi keharusan di dalam pembelajaran maupun penilaiannya (National Academy of Sciences 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Proyek memberi dampak positif bagi peserta didik. Adawiyah (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, penerapan model Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki pengaruh positif terhadap hasil belajar peserta didik. Penelitian Titu (2015), menyimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Proyek sangat mendukung kreativitas peserta didik dam memberi gagasan baru dan pemecahan masalah. Sedangankan Sriyanto (2016), menyimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Proyek cukup mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Diharapkan dengan menerapkan model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020.
Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler? Tujuan penelitan ini adalah menganalisis peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penerapan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics yang terintegrasi dalam kurikulum 2013.


METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bangsri pada bulan Agustus-Nopember 2019 pada pokok bahasan Listrik Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas IX-F dengan jumlah 31 orang terdiri dari 16 peserta didik laki-laki dan 15 peserta didik perempuan.
Data hasil penilaian dianalisis secara deskriptif komparatif dengan membandingkan kemampuan berpikir kritis kondisi awal dan kondisi akhir. Kemampuan berpikir kritis kondisi awal diambil dari hasil tes sebelumnya yaitu pada materi Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup. Pembelajaran dilakukan dengan model discovery dengan pendekatan saintifik dan belum mengintegrasikan konsep sains, teknologi, rekayasa dan matematika. Kemampuan berpikir kritis kondisi akhir diambil dari hasil tes Listrik Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari. Pembelajaran dilakukan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics. Proyek yang dibuat peserta didik berupa purwarupa alat pengeram telur sederhana disingkat Apeteler.
Teknik tes yang digunakan berupa tes tertulis bentuk uraian sebanyak sepuluh butir soal yang terdiri dari indikator keterampilan membandingkan, mengelompokkan, menyimpulkan, menerapkan, memberi alasan, memprediksi, menganalisa, berpendapat, memberi saran, dan mengkorelasi hubungan sebab-akibat. Indikator kinerja yang ditetapkan, pada akhir pembelajaran adalah rata-rata kemampuan berpikir peserta didik adalah 75 dengan KKM 75.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Kondisi Awal
Hasil penelitian kondisi awal pada kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 menunjukkan rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik sebesar 54,4 belum mencapai kriteria yang ditetapkan, yaitu sebesar 75 dengan KKM 75 untuk setiap indikator. Rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik setiap indikator ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis pada Kondisi Awal
No.
Keterampilan Berpikir
Rata-Rata Nilai
1
Membandingkan
49,2
2
Mengelompokkan
56,5
3
Menyimpulkan
46,8
4
Menerapkan
59,7
5
Memberi Alasan
61,3
6
Memprediksi
72,6
7
Menganalisa
46,8
8
Berpendapat
37,9
9
Memberi Saran
43,5
10
Hubungan Sebab-Akibat
65,3
Rerata Kemampuan Berpikir Kritis
54,4
Kemampuan memprediksi menempati urutan tertinggi sedangkan kemampuan berpendapat menempati urutan terendah.



Hasil Penelitian Kondisi Akhir
Hasil penelitian kondisi akhir pada kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 menunjukkan rerata keterampilan berpikir kritis peserta didik sebesar 75,7 sudah mencapai kriteria yang ditetapkan, yaitu sebesar 75 dengan KKM 75 untuk setiap indikator. Rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik setiap indikator ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis pada Kondisi Akhir
No.
Keterampilan Berpikir
Rata-Rata Nilai
1
Membandingkan
84,7
2
Mengelompokkan
75,0
3
Menyimpulkan
79,0
4
Menerapkan
65,3
5
Memberi Alasan
92,7
6
Memprediksi
59,7
7
Menganalisa
71,0
8
Berpendapat
83,1
9
Memberi Saran
83,9
10
Hubungan Sebab-Akibat
62,9
Rerata Kemampuan Berpikir Kritis
75,7
Kemampuan memberi alasan menempati urutan tertinggi sedangkan kemampuan memprediksi menenempati urutan terendah.

Perbandingan Hasil Penelitian
Hasil pengukuran kemampuan berpikir kritis peserta didik setiap indikator keterampilan berpikir kritis kondisi awal dan kondisi akhir ditunjukkan tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis pada
Kondisi Awal dan  Kondisi Akhir
No.
Keterampilan Berpikir
Rata-Rata Nilai Kondisi Awal
Rata-Rata Nilai Kondisi Akhir
1
Membandingkan
49,2
84,7
2
Mengelompokkan
56,5
75,0
3
Menyimpulkan
46,8
79,0
4
Menerapkan
59,7
65,3
5
Memberi Alasan
61,3
92,7
6
Memprediksi
72,6
59,7
7
Menganalisa
46,8
71,0
8
Berpendapat
37,9
83,1
9
Memberi Saran
43,5
83,9
10
Hubungan Sebab-Akibat
65,3
62,9
Rerata Kemampuan Berpikir Kritis
54,4
75,7

Indikator keterampilan berpikir kritis yang telah mencapai rata-rata nilai 75 ke atas antara lain; membandingkan, mengelompokkan, menyimpulkan, memberi alasan, berpendapat dan memberi saran. Sedangkan indikator keterampilan menerapkan, memprediksi, menganalisis dan mengkorelasi hubungan sebab-akibat belum mencapai rata-rata nilai 75. Diantara sepuluh indikator keterampilan berpikir kritis yang diukur delapan diantaranya mengalami peningkatan yaitu keterampilan  membandingkan, mengelompokkan, menyimpulkan, menerapkan, memberi alasan, menganalisa, berpendapat, memberi saran, dan mengkorelasi hubungan sebab-akibat. Indikator yang relatif tetap yaitu keterampilan mengkorelasi hubungan sebab-akibat, sedangkan indikator yang mengalami penurunan adalah keterampilan memprediksi. Penurunan nilai terjadi karena  peserta didik fokus pada penyelesaian proyek dan mendalami materi rangkaian paralel hambatan sehingga belum menguasai rangkaian elemen (GGL).

 Pembahasan
Penerapan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020, menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2014), Titu (2015), dan Sriyanto (2016). Pembelajaran dilaksanakan menggunakan Pembelajaran Berbasis Proyek versi Lucas. Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan praktik.
Fase penentuan pertanyaan mendasar (Start With the Essential Question), yaitu peserta didik diberikan tayangan video tentang prospek usaha penetasan telur itik dan ayam serta artikel pendek tentang tantangan bagaimana membuat alat yang mampu meningkatkan produktivitas induk ayam. Peserta didik diarahkan sehingga dapat menyimpulkan masalah apa yang harus dipecahkan serta bagaimana membuat suatu alat sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Pembuatan alat tersebut akan menjadi tugas proyek. Melalui proyek inilah diharapkan peserta didik mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Kemendikbud 2016).
Penyelesaian proyek untuk membuat purwarupa alat pengeram telur sederhana (Apeteler) dilakukan secara terstruktur yaitu topik, bahan, metodologi dan presentasi ditentukan oleh guru (Kemendikbud 2016). Peserta didik menyelesaikan proyek secara berkelompok. Peserta didik dibagi menjadi 6 kelompok secara acak dengan mempertimbangkan jenis kelamin (gender). Peserta didik laki-laki maupun perempuan dibagi secara merata. Hal ini bertujuan agar saat penyelesain proyek dapat berjalan dengan baik dan seimbang antara satu kelompok dan kelompok yang lain.
Fase mendesain perencanaan proyek (Design a Plan for the Project), yaitu peserta didik diarahkan untuk mencari informasi sebanyak mungkin tentang alat pengeram telur sederhana mulai dari prinsip kerja, alat dan bahan yang diperlukan, konsep-konsep apa saja yang harus mereka pelajari serta membuat desain awal alat yang akan dibuat. Pada fase ini peserta didik belajar banyak tentang Science, Technology, Engineering, Mathematics. Pengetahuan sains yang diperoleh terdiri dari pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
Fase menyusun jadwal (Create a Schedule); yaitu guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal bagaimana proyek akan dikerjakan. Setiap kelompok berbagi tugas dan tanggung jawab pada setiap anggota kelompok. Target dari kegiatan ini adalah setiap kelompok menyiapkan komponen alat dan bahan dalam pembuatan purwarupa pengeram telur sederhana. Komponen, alat dan bahan selanjutnya dirangkai menjadi purwarupa yang sempurna dibawah monitoring guru.
Fase memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project), yaitu peserta didik membuat dan merangkai komponen yang sudah dipersiapkan menjadi purwarupa sesuai dengan desain yang diharapkan dibawah monitoring guru. Pada fase ini peserta didik kembali belajar tentang Science, Technology, Engineering, Mathematics. Sains yang dipelajari yaitu bagaimana menyusun prosedur pembuatan purwarupa. Teknologi yang dimanfaatkan antara lain bohlamp sebagai sumber kalor dan termostat sebagai pengendali suhu. Proses enjiniring yang dilakukan antara lain menentukan jumlah dan posisi bohlamp. Kemampuan matematika yang dikembangkan peserta didik  yaitu melakukan pengukuran kembali untuk memastikan apakah alat sesuai dengan desain awal ataukah ada perubahan. Peserta didik diminta untuk menuliskan prosedur pembuatan purwarupa,  tantangan atau hambatan dalam pembuatan purwarupa serta solusi apa yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan atau hambatan tersebut. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan prosedural dan metakognitif peserta didik.
Fase menguji purwarupa yang telah dibuat (Assess the Outcome), yaitu peserta didik dibawah bimbingan guru melakukan pengujian produk yang telah dibuat serta untuk mengukur ketercapaian standard yang diinginkan. Pengujian awal yang dilakukan peserta didik antara lain: memastikan semua lampu dapat menyala dan menyetting thermostat pada rentang suhu 380 C – 400 C. Peserta didik melakukan eksperimen untuk mendapatkan data waktu nyala lampu terhadap jumlah lampu pada alat pengeram telur sederhana. Dari data yang diperoleh, masing-masing kelompok membuat grafik untuk menyimpulkan hubungan antara kedua variabel tersebut. Pada tahapan ini, peserta didik mulai melakukan engineering design process yang merupakan salah satu ciri khas dari pembelajaran dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics, menguji berapa jumlah lampu paling efektif pada alat pengeram telur dengan ukuran yang telah dibuat.
Fase evaluasi pengalaman (Evaluate the Experience), yaitu pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan.  Peserta didik melakukan penilaian terhadap purwarupa yang telah dibuat berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, membuat saran perbaikan atas kelemahan/kekurangan alat pengeram telur sederhana yang telah dibuat, dan melakukan desain ulang untuk alat pengeram telur yang lebih baik berdasarkan saran perbaikan. Diakhir pembelajaran peserta didik diuji dengan sepuluh butir soal Higher Order Thinking Skills dalam bentuk uraian untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritisnya.
Penyajian pembelajaran dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics, telah memenuhi aspek Scientific & Engineering Practice. Menggambarkan adanya Crosscutting Concept atau irisan konsep di antara pengetahuan sains, teknologi, enjiniring dan matematika dan memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan Higher Order Thinking Skills (HOTS) (National Academy of Sciences 2011).
Proses sains terdiri dari 5 tahapan utama, yaitu mengemukakan pertanyaan atau melakukan pengamatan, menyusun hipotesis, menyusun perkiraan jawaban, melakukan eksperimen, menemukan dan mengemukakan kesimpulan. Sementara desain proses enjiniring dimulai dari pemetaan masalah, yaitu bagaimana membuat purwarupa yang dapat meningkatkan produktivitas induk ayam/itik, dilanjutkan dengan merancang solusi untuk pemecahan masalah tersebut. Kemudian untuk membuktikan bahwa pemecahan masalah itu mungkin dilakukan, dalam desain proses enjiniring dilakukan juga pemodelan untuk menjawab permasalahan yang muncul, yaitu pembuatan purwarupa Apeteler. Apeteler ini kemudian diuji coba dan hasilnya akan di evaluasi seberapa efektif untuk memecahkan masalah tersebut.
Pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics, membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan mengidentifikasi masalah nyata dalam kehidupan dan membuat asumsi, argumen, mengenali hubungan penting, menyimpulkan informasi dari data, dan kemampuan mengevaluasi, membuat sebuah penilaian atau keputusan dan memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Devi & Widjajanto 2011, Soyomukti 2015, Cahyono 2015, Tiruneh 2014, Tawil 2013, Noeraida 2018).

PENUTUP
Simpulan
Pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020. Hasil analisis menunjukkan nilai rerata keterampilan berpikir kritis meningkat dari 54,4 menjadi 75,7.

Saran
Pendekatan STEM pada materi Listrik Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari perlu diterapkan dengan menggunakan proyek yang lebih menantang, memberi kesempatan lebih luas dalam melakukan Engineering Design Process agar dapat menghasilkan produk yang lebih memuaskan serta perlu dikembangkan indikator-indikator keterampilan berpikir kritis dalam bentuk lain untuk meningkatkan akurasi pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, dkk. 2014. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas MS SMAN 3 Lau Maros (Studi pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia). Jurnal Chemica Vo/.15, 66 – 76.
Cahyono, Budi. 2015. Korelasi Pemecahan Masalah dan Indikator Berpikir Kritis. Journal.walisongo.ac.id- diunduh Rabu, 28 Agustus 2019.
Devi, Poppy Kamalia & Widjajanto T, Erly Tjahja. 2011. Penilaian “Higher Order Thinking Skills” Pada Pembelajaran IPA SMP/MTS untuk Guru  SMP. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikdan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.
Kemendikbud. 2016. Panduan Pembelajaran untuk SMP. Jakarta: Kemendikbud-Dirjenddikdasmen-DirektoratPembinaan SMP.
National Academy of Sciences (2011). A Framework for K-12 Science Education: Practices, Crosscutting Concepts, and Core Ideas. The National Academic Press: Washington DC.
Noeraida. 2018. Unit Pembelajaran STEM Mata Pelajaran IPA SMP Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.
Soyomukti, Nurani. 2015. Teori-Teori Pendidikan dari Tradisional, (neo) Liberal, Marxis-Sosialis, hingga Postmodern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sriyanto, H.J. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyekpada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Dinamistikakelas XI IPA SMA. Prosiding Seminar Nasional Reforming Pedagogy- hal. 135-144
Tawil, M dan Liliasari. 2013. Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran. Makasar: Badan Penerbit Universitas Makasar.
Tiruneh, D.T, dkk. 2014. Effectiviness of Critical Thinking Instruction in Higher Education: A Systemic Review of Intervention Studies. Higher Education Studies. Vol. 4, no. 1.
Titu, Maria Anita. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Proyek(PjBL Untuk Meningkatkan Kreativitas Peserta didik Pada Materi Konsep Masalah Ekonomi. Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015/ hal. 176-186.
 

1 komentar:

  1. Tapi kalau gak ngerti MTK, tidak bisa ngitung sudah berapa rakaat saat sholat. hehe

    BalasHapus