PENDEKATAN SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, MATHEMATICS (STEM) MELALUI PROYEK ALAT PENGERAM TELUR SEDERHANA (APETELER) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS IX-F SMP NEGERI 1 BANGSRI
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Yaroh Mustain
(Guru SMP Negeri 1
Bangsri, Kabupaten Jepara)
ABSTRAK
Rata-rata kemampuan
berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran
2019/2020 pada kondisi awal sebesar 54,4. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar karena peserta didik belum mampu mengintegrasikan antara konsep sains, teknologi,
rekayasa dan matematika dalam masalah kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitan ini adalah menganalisis peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020
setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics
(STEM) melalui proyek Alat Pengeram Telur Sederhana (Apeteler). Data
penelitian diambil dari nilai test terhadap
keterampilan berpikir kritis. Data hasil penilaian dianalisis secara deskriptif komparatif dengan membandingkan kemampuan berpikir kritis kondisi awal dan
kondisi akhir. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah pada akhir pembelajaran rata-rata kemampuan berpikir peserta didik adalah 75. Hasil analisis menunjukkan bahwa
nilai rerata keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020
setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics
(STEM) melalui proyek Apeteler meningkat dari 54,4 menjadi 75,7.
Kata Kunci: berpikir kritis, proyek, Science, Technology,
Engineering, Mathematics.
PENDAHULUAN
Berpikir adalah proses disiplin yang secara intelektual
aktif dan terampil mengonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari pengamatan, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai panduan untuk kepercayaan dan
tindakan (Tawil 2013). Salah satu tujuan utama pendidikan adalah meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, seperti kemampuan mengidentifikasi masalah dan asumsi,
argumen, mengenali hubungan penting, menyimpulkan informasi dari data, dan
kemampuan mengevaluasi. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai jika peserta
didik mampu bernalar dan memahami kondisi disekitarnya, sehingga mampu
memutuskan tindakan yang benar dengan berbekal pengetahuan yang telah dimiliki (Tiruneh
2014).
Keterampilan berpikir
kritis yang merupakan salah satu bentuk keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) merupakan salah satu karakter yang harus dibangun dalam diri peserta didik. Berpikir
kritis mencakup kemampuan memberikan penjelasan sederhana, membangun
keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut, dan mengatur
strategi dan taktik. Kemampuan berpikir
kritis dapat dikembangkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang mencakup; keterampilan
membandingkan, hubungan sebab-akibat, memberi alasan, meringkas, menyimpulkan, berpendapat, mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, analisis, sintesis, dan evaluasi (Devi
& Widjajanto 2011). Berpikir kritis adalah sebuah
kecakapan kognitif yang memungkinkan peserta didik menginvestigasi situasi,
masalah, pertanyaan, atau fenomena agar dapat membuat sebuah penilaian atau keputusan (Soyomukti 2015). Seseorang dikatakan mampu berpikir kritis jika dapat; (1) menyelesaikan suatu masalah dengan tujuan
tertentu, (2) menganalisis, mengeneralisasikan, mengorganisasikan ide berdasarkan
fakta/informasi yang ada, dan (3) menarik kesimpulan dalam menyelesaikan
masalah tersebut secara sistematik dengan argumen yang benar (Cahyono 2015).
Hasil penelitian
kondisi awal pada kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020
menunjukkan rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik adalah
54,4.
Rendahnya keterampilan berpikir kritis disebabkan karena pada
pembelajaran awal menggunkan model discovery dengan pendekatan saintifik dan belum
mengintegrasikan
konsep sains, teknologi, rekayasa dan matematika.
Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis memerlukan
pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah dengan menerapkan model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan
pendekatan Science,
Technology, Engineering, Mathematics.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan pembelajaran yang menggunakan
proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada
aktivitas-aktivitas peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan
keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan
produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan tema yang menantang, yang melibatkan peserta didik dalam mendesain, memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau kegiatan investigasi; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dalam periode waktu yang telah
dijadwalkan dalam menghasilkan produk (Kemendikbud 2016).
Terdapat
tiga jenis proyek
berdasarkan sifat dan urutan kegiatannya, yaitu:
1. Proyek terstruktur,
ditentukan dan diatur oleh guru dalam hal topik, bahan, metodologi, dan
presentasi.
2. Proyek tidak terstruktur,
didefinisikan oleh peserta didik sendiri.
3. Proyek semi-terstruktur,
didefinisikan dan diatur sebagian oleh guru dan sebagian oleh peserta didik (Kemendikbud 2016).
Sintaks Pembelajaran Berbasis Proyek versi Lucas (National Academy of Sciences 2011), terdiri dari:
1. Fase
penentuan pertanyaan mendasar (Start
With the Essential Question)
2. Fase mendesain
perencanaan proyek (Design a Plan for the
Project)
3. Fase menyusun
jadwal (Create
a Schedule)
4. Fase monitoring
kemajuan proyek (Monitor
the Students and the Progress of the Project)
5. Fase
pengujian proyek (Assess the Outcome)
6. Fase evaluasi
proses dan hasil proyek (Evaluate the Experience)
Pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics diadopsi untuk menguatkan impelementasi Kurikulum 2013. Pendekatan Science, Technology,
Engineering, Mathematics dapat diimplementasikan melalui penggunaan
model Pembelajaran
Berbasis Proyek dengan menggunakan scientific dan engineering
practices.
Science, Technology,
Engineering, Mathematics merupakan suatu pendekatan dimana Sains,
Teknologi, Rekayasa, dan Matematika diintegrasikan dengan fokus pada proses
pembelajaran pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Pembelajaran Science, Technology, Engineering, Mathematics dapat menunjukkan
kepada peserta didik bagaimana konsep-konsep, prinsip-prinsip sains, teknologi,
rekayasa, dan matematika digunakan secara integrasi untuk mengembangkan produk,
proses, dan sistem yang memberikan manfaat untuk kehidupan manusia (Noeraida 2018).
Penyajian pembelajaran dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics harus memenuhi beberapa aspek dalam Scientific & Engineering
Practice, juga menggambarkan adanya Crosscutting Concept atau irisan
konsep di antara pengetahuan sains, teknologi, enjiniring dan matematika.
Selain itu Higher Order Thinking Skills (HOTS) menjadi keharusan di
dalam pembelajaran maupun penilaiannya (National Academy of Sciences 2011).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa model Pembelajaran
Berbasis Proyek memberi dampak positif bagi peserta didik. Adawiyah (2014) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa, penerapan model Pembelajaran
Berbasis Proyek memiliki pengaruh positif terhadap hasil belajar peserta didik.
Penelitian Titu (2015), menyimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Proyek sangat mendukung kreativitas peserta didik dam memberi
gagasan baru dan pemecahan masalah. Sedangankan Sriyanto (2016), menyimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Proyek cukup mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Diharapkan dengan
menerapkan model Pembelajaran
Berbasis Proyek dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta
didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020.
Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020
setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics
(STEM) melalui proyek Apeteler? Tujuan penelitan ini adalah menganalisis peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020
setelah diterapkannya pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics
(STEM) melalui proyek Apeteler. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penerapan
pendekatan Science,
Technology, Engineering, Mathematics yang terintegrasi dalam kurikulum 2013.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan
di SMP Negeri 1 Bangsri pada bulan Agustus-Nopember 2019
pada pokok bahasan Listrik Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas IX-F dengan
jumlah 31 orang terdiri dari 16 peserta didik laki-laki dan 15 peserta didik
perempuan.
Data hasil penilaian dianalisis
secara deskriptif komparatif dengan membandingkan kemampuan berpikir kritis kondisi awal dan
kondisi akhir. Kemampuan berpikir kritis kondisi awal diambil dari hasil tes sebelumnya yaitu pada
materi Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup. Pembelajaran dilakukan dengan model discovery
dengan pendekatan saintifik dan belum mengintegrasikan konsep
sains, teknologi, rekayasa dan matematika. Kemampuan berpikir kritis kondisi akhir diambil dari hasil tes Listrik Dinamis dalam
Kehidupan Sehari-hari. Pembelajaran dilakukan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan pendekatan Science, Technology,
Engineering, Mathematics. Proyek
yang dibuat peserta didik berupa purwarupa alat pengeram
telur sederhana disingkat Apeteler.
Teknik tes yang
digunakan berupa tes tertulis bentuk uraian sebanyak
sepuluh butir soal yang terdiri dari indikator keterampilan membandingkan, mengelompokkan, menyimpulkan, menerapkan, memberi alasan,
memprediksi, menganalisa, berpendapat, memberi saran, dan mengkorelasi hubungan
sebab-akibat. Indikator kinerja yang ditetapkan, pada akhir pembelajaran adalah
rata-rata kemampuan berpikir peserta
didik adalah 75 dengan KKM 75.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Kondisi Awal
Hasil penelitian kondisi awal pada kelas IX-F SMP N 1
Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020 menunjukkan rata-rata keterampilan berpikir
kritis peserta didik sebesar 54,4 belum mencapai kriteria yang ditetapkan,
yaitu sebesar 75 dengan KKM 75 untuk setiap indikator. Rata-rata
kemampuan berpikir kritis peserta didik setiap indikator ditunjukkan oleh Tabel
1.
Tabel 1 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis
pada Kondisi Awal
No.
|
Keterampilan
Berpikir
|
Rata-Rata Nilai
|
1
|
Membandingkan
|
49,2
|
2
|
Mengelompokkan
|
56,5
|
3
|
Menyimpulkan
|
46,8
|
4
|
Menerapkan
|
59,7
|
5
|
Memberi Alasan
|
61,3
|
6
|
Memprediksi
|
72,6
|
7
|
Menganalisa
|
46,8
|
8
|
Berpendapat
|
37,9
|
9
|
Memberi Saran
|
43,5
|
10
|
Hubungan Sebab-Akibat
|
65,3
|
Rerata Kemampuan Berpikir
Kritis
|
54,4
|
Hasil Penelitian Kondisi Akhir
Hasil penelitian kondisi akhir pada kelas IX-F SMP N 1 Bangsri Tahun Pelajaran
2019/2020 menunjukkan rerata keterampilan berpikir kritis peserta didik sebesar 75,7 sudah mencapai kriteria yang
ditetapkan, yaitu sebesar 75 dengan KKM 75 untuk setiap indikator. Rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik setiap indikator
ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis pada Kondisi Akhir
No.
|
Keterampilan
Berpikir
|
Rata-Rata Nilai
|
1
|
Membandingkan
|
84,7
|
2
|
Mengelompokkan
|
75,0
|
3
|
Menyimpulkan
|
79,0
|
4
|
Menerapkan
|
65,3
|
5
|
Memberi Alasan
|
92,7
|
6
|
Memprediksi
|
59,7
|
7
|
Menganalisa
|
71,0
|
8
|
Berpendapat
|
83,1
|
9
|
Memberi Saran
|
83,9
|
10
|
Hubungan Sebab-Akibat
|
62,9
|
Rerata Kemampuan Berpikir
Kritis
|
75,7
|
Kemampuan
memberi alasan menempati
urutan tertinggi sedangkan kemampuan memprediksi menenempati urutan terendah.
Perbandingan Hasil Penelitian
Hasil pengukuran kemampuan berpikir kritis peserta didik
setiap indikator keterampilan berpikir kritis kondisi awal dan kondisi akhir
ditunjukkan tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis pada
Kondisi Awal dan Kondisi Akhir
No.
|
Keterampilan
Berpikir
|
Rata-Rata Nilai
Kondisi Awal
|
Rata-Rata Nilai Kondisi Akhir
|
1
|
Membandingkan
|
49,2
|
84,7
|
2
|
Mengelompokkan
|
56,5
|
75,0
|
3
|
Menyimpulkan
|
46,8
|
79,0
|
4
|
Menerapkan
|
59,7
|
65,3
|
5
|
Memberi Alasan
|
61,3
|
92,7
|
6
|
Memprediksi
|
72,6
|
59,7
|
7
|
Menganalisa
|
46,8
|
71,0
|
8
|
Berpendapat
|
37,9
|
83,1
|
9
|
Memberi Saran
|
43,5
|
83,9
|
10
|
Hubungan Sebab-Akibat
|
65,3
|
62,9
|
Rerata
Kemampuan Berpikir Kritis
|
54,4
|
75,7
|
Indikator keterampilan
berpikir kritis yang telah mencapai rata-rata nilai 75 ke atas antara lain;
membandingkan, mengelompokkan, menyimpulkan, memberi alasan, berpendapat dan
memberi saran. Sedangkan indikator keterampilan menerapkan, memprediksi,
menganalisis dan mengkorelasi hubungan sebab-akibat belum mencapai rata-rata
nilai 75. Diantara sepuluh indikator keterampilan berpikir kritis yang diukur
delapan diantaranya mengalami peningkatan yaitu keterampilan membandingkan,
mengelompokkan, menyimpulkan, menerapkan, memberi
alasan, menganalisa, berpendapat, memberi saran, dan mengkorelasi hubungan
sebab-akibat. Indikator yang relatif tetap yaitu
keterampilan mengkorelasi hubungan sebab-akibat, sedangkan indikator yang
mengalami penurunan adalah keterampilan memprediksi. Penurunan nilai terjadi karena peserta didik
fokus pada penyelesaian proyek dan mendalami materi rangkaian paralel hambatan
sehingga belum menguasai rangkaian elemen (GGL).
Pembahasan
Penerapan
pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2019/2020, menguatkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Adawiyah (2014), Titu (2015), dan Sriyanto (2016). Pembelajaran
dilaksanakan
menggunakan Pembelajaran
Berbasis Proyek versi
Lucas. Metode yang
digunakan adalah ceramah, diskusi dan praktik.
Fase penentuan pertanyaan mendasar (Start With the Essential Question), yaitu peserta didik diberikan
tayangan video tentang prospek usaha penetasan telur itik dan ayam serta
artikel pendek tentang tantangan bagaimana membuat alat yang mampu meningkatkan
produktivitas induk ayam. Peserta didik diarahkan sehingga dapat menyimpulkan
masalah apa yang harus dipecahkan serta bagaimana membuat
suatu alat sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Pembuatan alat tersebut
akan menjadi tugas proyek. Melalui proyek inilah
diharapkan peserta didik mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Kemendikbud 2016).
Penyelesaian proyek untuk membuat purwarupa alat
pengeram telur sederhana (Apeteler) dilakukan secara
terstruktur yaitu topik, bahan, metodologi dan presentasi ditentukan oleh guru (Kemendikbud 2016).
Peserta didik menyelesaikan proyek secara berkelompok. Peserta didik dibagi menjadi 6 kelompok secara acak dengan
mempertimbangkan jenis kelamin (gender). Peserta
didik laki-laki maupun perempuan dibagi secara merata. Hal ini bertujuan agar saat penyelesain proyek dapat berjalan
dengan baik dan seimbang antara satu kelompok dan kelompok yang lain.
Fase mendesain perencanaan proyek (Design a Plan for the Project), yaitu peserta didik diarahkan untuk mencari informasi sebanyak mungkin
tentang alat pengeram telur sederhana mulai dari prinsip kerja, alat dan bahan
yang diperlukan, konsep-konsep apa saja yang harus mereka pelajari serta
membuat desain awal alat yang akan dibuat. Pada fase ini peserta didik belajar
banyak tentang Science, Technology, Engineering, Mathematics. Pengetahuan sains yang diperoleh terdiri dari
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
Fase menyusun jadwal (Create a Schedule); yaitu guru dan peserta
didik secara kolaboratif menyusun jadwal bagaimana proyek akan dikerjakan.
Setiap kelompok berbagi tugas dan tanggung jawab pada setiap anggota kelompok.
Target dari kegiatan ini adalah setiap kelompok menyiapkan komponen alat dan
bahan dalam pembuatan purwarupa pengeram telur sederhana. Komponen, alat dan
bahan selanjutnya dirangkai menjadi purwarupa yang sempurna dibawah monitoring
guru.
Fase memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor
the Students and the Progress of the Project),
yaitu peserta didik membuat dan merangkai komponen yang sudah dipersiapkan
menjadi purwarupa sesuai dengan desain yang diharapkan dibawah monitoring guru.
Pada fase ini peserta didik kembali belajar tentang Science, Technology, Engineering, Mathematics. Sains yang
dipelajari yaitu bagaimana menyusun prosedur pembuatan purwarupa. Teknologi
yang dimanfaatkan antara lain bohlamp sebagai sumber kalor dan termostat
sebagai pengendali suhu. Proses enjiniring yang dilakukan antara lain
menentukan jumlah dan posisi bohlamp. Kemampuan matematika yang dikembangkan
peserta didik yaitu melakukan pengukuran
kembali untuk memastikan apakah alat sesuai dengan desain awal ataukah ada
perubahan. Peserta didik diminta untuk menuliskan prosedur pembuatan
purwarupa, tantangan atau hambatan dalam
pembuatan purwarupa serta solusi apa yang harus dilakukan dalam menghadapi
tantangan atau hambatan tersebut. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan prosedural dan metakognitif peserta didik.
Fase menguji purwarupa yang telah dibuat (Assess the Outcome), yaitu peserta didik
dibawah bimbingan guru melakukan pengujian produk yang telah dibuat serta untuk
mengukur ketercapaian standard yang diinginkan. Pengujian awal yang dilakukan peserta
didik antara lain: memastikan semua lampu dapat menyala dan menyetting
thermostat pada rentang suhu 380 C – 400 C. Peserta didik
melakukan eksperimen untuk mendapatkan data waktu nyala lampu terhadap jumlah
lampu pada alat pengeram telur sederhana. Dari
data yang diperoleh, masing-masing kelompok
membuat grafik untuk menyimpulkan hubungan antara kedua variabel tersebut. Pada tahapan ini, peserta didik mulai melakukan
engineering design
process yang
merupakan salah satu ciri khas dari pembelajaran dengan pendekatan Science, Technology,
Engineering, Mathematics, menguji berapa jumlah
lampu paling efektif pada alat pengeram telur dengan ukuran yang telah dibuat.
Fase evaluasi pengalaman (Evaluate
the Experience), yaitu pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek
yang sudah dijalankan. Peserta didik melakukan penilaian terhadap
purwarupa yang telah dibuat berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, membuat
saran perbaikan atas kelemahan/kekurangan alat pengeram telur sederhana yang
telah dibuat, dan melakukan desain ulang untuk alat pengeram telur yang lebih
baik berdasarkan saran perbaikan. Diakhir
pembelajaran peserta didik diuji dengan sepuluh butir soal Higher Order Thinking Skills
dalam bentuk uraian untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritisnya.
Penyajian pembelajaran dengan pendekatan Science, Technology,
Engineering, Mathematics, telah memenuhi aspek Scientific
& Engineering Practice. Menggambarkan
adanya Crosscutting Concept atau irisan konsep di antara pengetahuan
sains, teknologi, enjiniring dan matematika dan memberikan peluang kepada
peserta didik untuk mengembangkan Higher Order Thinking Skills (HOTS)
(National Academy of Sciences 2011).
Proses sains terdiri dari 5 tahapan utama,
yaitu mengemukakan
pertanyaan atau melakukan pengamatan, menyusun hipotesis, menyusun
perkiraan jawaban, melakukan eksperimen, menemukan dan mengemukakan kesimpulan. Sementara desain proses enjiniring
dimulai dari pemetaan masalah, yaitu bagaimana membuat purwarupa yang dapat
meningkatkan produktivitas induk ayam/itik, dilanjutkan dengan merancang solusi
untuk pemecahan masalah tersebut. Kemudian untuk membuktikan bahwa pemecahan masalah itu mungkin dilakukan, dalam
desain proses enjiniring dilakukan juga pemodelan untuk menjawab permasalahan
yang muncul, yaitu pembuatan purwarupa Apeteler. Apeteler ini
kemudian diuji coba dan hasilnya akan di evaluasi seberapa efektif untuk memecahkan masalah tersebut.
Pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics, membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
mengidentifikasi masalah nyata dalam kehidupan dan membuat asumsi, argumen,
mengenali hubungan penting, menyimpulkan informasi dari data, dan kemampuan
mengevaluasi, membuat sebuah penilaian atau keputusan dan memecahkan masalah
sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Devi & Widjajanto 2011, Soyomukti 2015, Cahyono 2015, Tiruneh 2014, Tawil 2013, Noeraida 2018).
PENUTUP
Simpulan
Pendekatan
Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) melalui proyek Apeteler dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran
2019/2020. Hasil analisis menunjukkan nilai
rerata keterampilan berpikir kritis meningkat dari 54,4
menjadi 75,7.
Saran
Pendekatan STEM pada materi Listrik Dinamis dalam
Kehidupan Sehari-hari perlu diterapkan dengan menggunakan proyek yang lebih
menantang, memberi kesempatan lebih luas dalam melakukan Engineering Design Process agar dapat menghasilkan produk yang
lebih memuaskan serta perlu dikembangkan indikator-indikator keterampilan
berpikir kritis dalam bentuk lain untuk meningkatkan akurasi pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, dkk. 2014. Pengaruh Pembelajaran
Berbasis Proyek dalam Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Hasil Belajar
Peserta Didik Kelas MS SMAN 3 Lau Maros (Studi pada Materi Pokok Kesetimbangan
Kimia). Jurnal Chemica Vo/.15, 66 – 76.
Cahyono, Budi. 2015. Korelasi Pemecahan Masalah dan Indikator
Berpikir Kritis. Journal.walisongo.ac.id- diunduh Rabu, 28 Agustus 2019.
Devi, Poppy Kamalia & Widjajanto T, Erly Tjahja.
2011. Penilaian “Higher Order Thinking
Skills” Pada Pembelajaran IPA SMP/MTS untuk Guru SMP. Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikdan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.
Kemendikbud. 2016.
Panduan Pembelajaran untuk SMP. Jakarta:
Kemendikbud-Dirjenddikdasmen-DirektoratPembinaan SMP.
National Academy of Sciences (2011). A
Framework for K-12 Science Education: Practices, Crosscutting Concepts, and
Core Ideas. The National Academic Press: Washington DC.
Noeraida. 2018. Unit
Pembelajaran STEM Mata Pelajaran IPA SMP Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro.
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.
Soyomukti, Nurani. 2015. Teori-Teori Pendidikan dari Tradisional, (neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, hingga Postmodern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sriyanto, H.J. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Proyekpada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Dinamistikakelas XI IPA SMA. Prosiding Seminar Nasional Reforming
Pedagogy- hal. 135-144
Tawil, M dan Liliasari.
2013. Berpikir Kompleks dan
Implementasinya dalam Pembelajaran. Makasar: Badan Penerbit Universitas
Makasar.
Tiruneh, D.T, dkk. 2014.
Effectiviness of Critical Thinking
Instruction in Higher Education: A Systemic Review of Intervention Studies.
Higher Education Studies. Vol. 4, no. 1.
Titu, Maria Anita. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Pembelajaran
Berbasis Proyek(PjBL Untuk Meningkatkan Kreativitas Peserta didik Pada Materi Konsep Masalah Ekonomi. Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015/ hal.
176-186.
Tapi kalau gak ngerti MTK, tidak bisa ngitung sudah berapa rakaat saat sholat. hehe
BalasHapus